NTB yang merupakan salah satu Provinsi di Indonsia Tidak terlepas dari keberagaman. Merefleksi kembali Problematika dan isu yang sudah terjadi dan bagaimana Tantangan kedepannya di NTB, Baik bersifat SARA, Budaya maupun Pemikiran, Pada hari Sabtu tanggal 19 April 2014 Lensa NTB mengadakan Diskusi yang Bertemakan “TANTANGAN KEBERAGAMAN NTB 2014" yang diadakan di kantor Lensa NTB.
Diskusi Dipandu oleh Yusuf Tantowi (Aktivis Lensa NTB) Dan dihadiri oleh Asisten Ombudsman RI, (M. Rasyid Ridho), Ahyar Supriadi (Pengacara), Wartawan media Massa/online, LSM/Ormas Keagaman di kota Mataram, Serta Beberapa Aktivis Mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Kota Mataram.
Dalam Prolognya, Yusuf Tantowi Mengatakan bahwa Permasalahan keberagaman jangan dianggap sepele, karena Isu perbedaan seringkali menjadi Topik yang paling seksi serta senjata yang paling ampuh untuk berlindung diri dan mencari kekuasaan. Sependapat dengan yusuf, Asisten Ombusman RI cabang NTB, Bang Rido membeberkan beberapa Pengaduan yang terjadi tentang Deskriminasi dalam Pelayanan Publik kaitannya dengan keberagaman, sebagai Contoh warga Ahmadiyah yang sampai saat ini belum mendapatkan KTP.
Hak Warga Negara yang belum sepenuhnya dilakukan menjadikan kaum Minoritas sering mendapatkan diskriminasi pelayanan. seiring NTB akan dijadikan salah satu wilayah Pariwisata dan semakin terbukanya alur pintu masuk. tentunya tantangan keberagaman kedepannya juga akan semakin besar. dalam bebrapa kasus ditahun sebelumnya, adanya pikiran negatif masyarakat terhadap Investor Asing sering memicu terjadinya konflik. Apalagi ditambah dengan adanya kepentingan dan provokasi.
Konflik yang terjadi di NTB dipetakan berdasarkan sebabnya, di Bima biasanya terjadi konflik Horizontal antar masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pendapat antar warga kampung, kasus Lombok dan di Sumbawa hampir mirip yaitu disebabkan dengan Isu SARA serta ketidak puasaan terhadap pelayan pemerintah.
Selanjutnya, Harjan Salah satu Mahasiswa Muhammadiyah Menambahkan, Sifat Masyarakat NTB yang masih mudah dipengaruhi tanpa menganalisis terlebih dahulu dijadikan sumber utama penyebab kerusuhan. selain itu pengaruh status sosial yang signifikan tidak kalah pentingnya,sehingga potensi terjadinya perlawanan dan kerusuhan.
Dalam Pandangan seorang Pengacara, Ahyar Supriadi Melihat dalam berbagai fenomena kerusuhan yang terjadi Pemerintah sering terlambat dan terkadang tidak ada sikap terhadap permasalahan, sehingga seakan-akan pemerintah menikmati kondisi tersebut. Dalam berbagai kasus di Narmada dan KLU tentang Pure penyelaisaian dalam konteks hukum sering kali mengalami jalan buntu. Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun NTB sering kali salah konsep dan tujuan, bahkan tidak ada sama sekali dalam hal menyikapi Konflik Agama dan SARA.
Ung, Redaktur Lombok Post, Isu SARA dan Agama seringkali dimainkan oleh para elit politik. contohnya fenomena Jokowi-Ahok dalam kancah Nasional. Adanya kepentingan dan Provokator juga sering memicu konflik. Media, baik media koran, televisi, maupun jejaring sosial sering kali juga ikut terjebak, pemberitaan yang terus menerus tanpa diimbangi dengan sikap penyelaisaian juga sangat berdampak besar.
Dengan melihat Masyrakat NTB khususnya Lombok yang dijuluki “Bumi Seribu Masjid” tentunya Isu SARA dan Agama Sangat Sensitif, Dan terkadang juga Masyarakat menganggap hal tersebut biasa. sehingga masyarakat semakin lama akan semakin terbiasa. tentunya tanpa ada tindakan pendidikan dari pemerintah.
Dalam Diskusi Ini juga, diinvetarisir beberapa kasus dan konflik yang terjadi di NTB beberapa tahun belakangan yang berkaitan dengan keberagaman serta isu yang berkembang, sehingga kedepannya solusi dan konsep pencegahan yang tepat bisa dilakukan, apalagi setelah Pileg (Pemilihan Legislatif ) pada 9 April kemarin akan diadakan Pemilihan Presiden dan pada tahun 2015 beberapa kota dan kabupaten di NTB akan mengadakan pemilihan kepala daerah sehingga Tantangan kedepan akan semakin besar dan serius.
0 komentar:
Posting Komentar